Review Komik Record of Ragnarok

review-komik-record-of-ragnarok

Review Komik Record of Ragnarok. Komik Record of Ragnarok (Shuumatsu no Valkyrie), karya Shinya Umemura (cerita), Takumi Fukui (skrip), dan Ajichika (ilustrasi), lagi naik daun di kalangan fans manga setelah volume 13 rilis Maret 2025 oleh VIZ Media. Serial ini, yang mulai tayang di Monthly Comic Zenon sejak November 2017, sudah capai 30 juta kopi cetak global dan adaptasi anime Netflix yang musim keduanya tayang 2023—lonjakan 40% penjualan pasca-anime. Di 2025, dengan chapter terbaru soal pertarungan Siegfried vs dewa primordial, komik ini bukti genre battle royale mitologi tak lekang waktu—dari era Attack on Titan sampe sekarang. Ceritanya sederhana tapi epik: dewa-dewa dunia kumpul buat hapus umat manusia, tapi Valkyrie Brunhilde usul turnamen 13 vs 13 melawan legenda manusia. Apa maknanya sebenarnya? Dari kritik agama sampe puji ketangguhan manusia, yuk kita review lengkap—siapa tahu, besok lo binge chapter sambil mikir “manusia bisa lawan dewa?”. BERITA BOLA

Sinopsis Singkat Komik Ini: Review Komik Record of Ragnarok

Record of Ragnarok adalah manga shonen tentang Ragnarok—pertarungan pamungkas antara 13 dewa dari berbagai mitologi (Zeus Yunani, Thor Norse, Shiva Hindu) lawan 13 pahlawan manusia sejarah (Lu Bu Cina, Adam, Jack the Ripper). Cerita dimulai saat dewa kumpul setiap 1.000 tahun buat putuskan nasib umat manusia—mereka pilih hapus karena “manusia egois”, tapi Brunhilde, dewi Valkyrie, usul turnamen: kalau manusia menang 7 ronde, selamat; kalah, musnah. Setiap ronde satu lawan satu, dengan Volundr—senjata dewa digabung jiwa Valkyrie jadi alat super.

Volume 1 (2018) perkenalkan ronde pertama: Lu Bu vs Thor, diikuti Adam vs Zeus, Sasaki Kojiro vs Poseidon, dll. Hingga volume 13 (2025), cerita capai ronde 9 dengan Siegfried lawan dewa api Surtr—total 28 volume direncanakan, tapi hiatus sering karena jadwal bulanan. Seni Ajichika epik dengan panel aksi dinamis, sementara plot Umemura-Fukui campur backstory legenda dan twist moral. Sinopsis keseluruhan: turnamen ini bukan cuma fight, tapi alegori perjuangan manusia lawan kekuatan ilahi—dengan humor dewa absurd dan momen heroik yang bikin deg-degan.

Mengapa Komik Ini Masih Enak Dibaca

Record of Ragnarok masih enak dibaca karena aksi brutal yang dinamis dan backstory legenda yang bikin penasaran—setiap ronde seperti film pendek, dengan panel Obata-level detail dari Ajichika yang bikin fight Thor vs Lu Bu terasa hidup. Di 2025, manga ini naik popularitas berkat anime Netflix musim 2 (2023) yang adaptasi volume 1-5—chapter terbaru soal primordial gods kasih twist fresh, runtime per chapter 20-30 halaman cocok binge-read 1-2 jam. Humor dewa seperti Buddha yang santai campur dark twist seperti Jack the Ripper vs Heracles bikin nggak bosen.

Faktor lain: adaptif buat fans baru—backstory singkat setiap fighter (misalnya, Qin Shi Huang vs Hades) kasih konteks mitologi tanpa ribet, sementara seni hitam-putih yang ekspresif tetep stunning di digital. Ulasan MyAnimeList rating 7.3/10 dari 100.000 user bilang 65% suka karena “what if” epik, dan Reddit thread 2025 prediksi end 2026 dengan ronde 13. Plus, Umemura sebagai kreator Apotheosis of a Demon kasih kredibilitas—manga ini sering dibaca ulang buat analisis fans di forums, bukti daya tarik universalnya yang tak pudar meski 8 tahun sejak rilis.

Sisi Positif dan Negatif dari Komik Ini

Sisi positif Record of Ragnarok jelas: ia puji ketangguhan manusia lewat legenda sejarah, bantu pembaca hargai warisan budaya sambil nikmati aksi brutal—pesan “manusia bisa lawan dewa” dorong empowerment, terutama buat yang suka underdog story. Format ronde tambah inklusif, campur mitologi global (Yunani, Norse, Hindu, Jepang) buat audiens luas, dan seni Ajichika epik kasih visual kuat—positifnya, manga ini hiburan edukatif buat ribuan fans yang share teori di Twitter. Di era superhero fatigue, twist moral seperti Buddha pilih manusia terasa fresh, bukan rehash.

Sisi negatif: komik ini bisa terasa repetitif dengan formula ronde (backstory + fight + twist), di mana plot utama mandek setelah 13 ronde—bisa bingungkan tanpa konteks mitologi, dan yonkoma tambahan terlalu filler. Beberapa ulasan bilang karakter dewa terlalu karikatur (Zeus konyol, Poseidon sombong), kurang kedalaman—di konteks 2025, di mana diversity prioritas, kurangnya perempuan fighter (cuma Brunhilde) bisa terasa outdated atau sexist. Tapi itulah kekuatannya: manga ini mirror hype battle royale, positif atau negatif tergantung perspektif—bikin ia debatable tapi addictive.

Kesimpulan: Review Komik Record of Ragnarok

Record of Ragnarok adalah manga battle royale 2017 yang maknanya soal perjuangan manusia lawan dewa—masih enak dibaca karena aksi dinamis dan backstory legenda yang timeless. Positifnya empowerment underdog, negatifnya repetitif—tapi itulah daya tariknya, bikin komik ini tetap hits di 2025. Dari Umemura-Fukui-Ajichika yang visioner, ini bukti mitologi modern tak butuh rumit. Kalau lo fans epik fight malam ini, binge chapter—tapi ingat, Ragnarok bagus di cerita, tapi realita butuh strategi. Shinya Umemura dan tim, terima kasih atas turnamen yang bikin deg-degan.

BACA SELENGKAPNYA DI…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *